Home » » Kerajaan-Kerajaan Besar Masa Hindu Buddha Di Indonesia

Kerajaan-Kerajaan Besar Masa Hindu Buddha Di Indonesia

Posted by E-LEARNING on Sunday, 24 February 2019

Perbedaan Hindu dan Budha terletak pada hal-hal yang cukup mendasar. Perbedaan keduanya terletak pada struktur pranata sosial, kepercayaan terhadap dewa, kitab, asal usul, boleh tidaknya berqurban, hari besar, dan tempat ibadah keduanya. Secara sederhana, perbedaan-perbedaan tersebut kami jelaskan sebagaimana pada tabel berikut.
Perbedaan
Hindu
Budha
Pranata sosial
Mengenal sistem kasta (brahmana, kstaria, waisya, sudra)
Tidak mengenal sistem kasta
Dewa
Trimurti (brahma: busur, wisnu: cakram, siwa: trisula)
Budha
Kitab
Weda
Tripitaka
Asal usul
Perpaduan budaya bangsa Arya dan Dravida
Berasal dari wahyu Sidharta Gautama
Qurban
Diperbolehkan
Tidak diperbolehkan
Tempat ibadah
Pura
Wihara
Hari besar
Nyepi
Waisak

Terlepas dari beberapa perbedaan di atas, agama Hindu dan Budha nyatanya juga memiliki beberapa kesamaan muncul di abad ke 6 SM. Persamaan lain agama Hindu dan Budha misalnya terletak dari tempat awal kemunculannya. Agama Hindu dan Budha sama-sama berasal dari India dan muncul di masa yang nyaris bersamaan. Keduanya juga merupakan agama Ardhi yang berarti muncul dari kebiasaan masyarakat di bumi tanpa adanya campur tangan dari langit seperti halnya agama samawi.

Persamaan agama Hindu dan Budha juga terletak pada kebenaran ajarannya. Masing-masing mengajarkan kebenaran dan mengusahakan pembimbingan pada kehidupan manusia untuk berjalan di atas panduan hidup yang baik. Meskipun berasal dari India, namun kedua agama ini justru cenderung lebih menyebar ke regional di Asia Timur dan Asia Tenggara. Keduanya juga mempengaruhi aspek kehidupan masyarakat Indonesia di masa silam yang kenyataannya dibuktikan oleh beberapa peninggalan sejarah yang bisa kita temukan hingga saat ini.

Kegiatan yang dilakukan oleh seorang brahmana atau pendeta di Indonesia dalam proses penghinduan adalah :

  1. Abhisekha, yaitu upacara penobatan raja;
  2. Vratyastoma, yaitu upacara pencucian diri (pemberian kasta);
  3. Kulapanjika, yaitu memberi silsilah raja, dan
  4. Castra, yaitu membuat mantra
TEORI MASUKNYA HINDU BUDHA DI INDONESIA
5 teori masuknya Hindu Budha ke Indonesia yang berkembang saat ini. Kelima teori tersebut yaitu
Pasif : menerima ajaran dari luar
1. Teori Brahmana yang dicetuskan oleh JC. Van Leur, diperoleh dari para pendeta.
Teori ini dikemukakan oleh Van Leur. Menurutnya ” Agama hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh pendeta “. Tapi, teori ini memiliki kelemahan, karena kaum brahmana atau pendeta tidak diperbolehkan untuk keluar dari negerinya. Dengan begitu, tidak mungkin bagi para pendeta untuk menyebarkan agama Hindu di Indonesia.
2. Teori Ksatria yang dicetuskan oleh F.D.K Bosch, diperoleh dari raja, penguasa.
Teori ini di kemukakan oleh Majumdar, Moekerji dan Nehru. Menurut mereka, ” Agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh para prajurit atau pasukan yang melakukan ekspansi (Perluasan wilayah kerajaan) ke Indonesia. Teori ini memiliki kelemahan, karena tidak ditemukan bukti bahwa Indonesia pernah ditaklukkan oleh India.
3. Teori Waisya yang dicetuskan oleh N.J Krom, diperoleh dari para pedagang.
Teori ini dikemukakan oleh N.J Krom. Teori ini menjelaskan bahwa Agama Hindu masuk ke Indonesia disebarkan oleh para pedangang yang melakukan pelayaran dan berdagang di Indonesia. Hal ini bisa dilihat bahwa Indonesia sudah menjadi jalur perdagangan India dan China sejak 500 SM. Diperkirakan bahwa para pedagang itu singgah di Nusantara dan menyebarkan agama Hindu.

Aktif : mencari dan belajar ke luar
4. Teori Sudra yang dicetuskan oleh van Faber, diperoleh dari kaum budak yang bermigrasi ke suatu wilayah. Teori Sudra ini dikemukakan oleh banyak orang. Dalam teori ini, dinyatakan bahwa penyebaran aga hindu dilakukan oleh kaum sudra. Dalam agama hindu, sudra merupakan kasta terendah dalam tingkatan kedudukan. Mereka berlayar menuju nusantara untuk mengubah nasib sambil menyebarkan aga yang mereka percaya yaitu Hindu.
5. Teori arus balik yang dicetuskan juga oleh F.D.K Bosch, diperoleh dari hasil menimba ilmu ke luar negeri. Dalam teori ini, bangsa Indonesia tidak hanya menerima pelajaran agama dari bangsa India. Namun, mereka juga pergi keluar negeri untuk mempeajari tentang ilmu agama ini. Setelah mereka pulang ke Indonesia, mereka menyebarkan agama hindu dikampung halamannya.
a) Kerajaan Kalingga di India pada abad ke-3 di taklukkan oleh Raja Ashoka dari Arya. Sehingga banyak penduduk dari kerajaan kalingga melarikan diri dan bermigrasi ke Indonesia.
b) Invasi oleh bangsa Khusana ke Indonesia sehingga banyak dari kaumnya ikut bermigrasi ke Indonesia.



Proses Masuk dan Berkembangnya Agama dan Kebudayaan Hindu–Budha di Indonesia
Sejak zaman prasejarah penduduk Indonesia dikenal sebagai pelaut ulung yang sanggup mengarungi lautan lepas. Pada permulaan pertama tarikh Masehi, telah terjalin hubungan dagang antara Indonesia dengan India. Hubungan ini kemudian juga berkembang ke hubungan agama dan budaya. Hal ini disebabkan para pedagang dari India tidak hanya membawa barang dagangannya, tetapi juga membawa agama dan kebudayaan mereka sehingga menimbulkan perubahan kehidupan dalam masyarakat Indonesia, yakni sebagai berikut.

  1. Semula hanya mengenal kepercayaan animisme dan dinamisme, kemudian mengenal dan menganut agama Hindu–Buddha.
  2. Semula belum mengenal aksara/tulisan, menjadi mengenal aksara/tulisan dan Indonesia memasuki zaman Sejarah.
  3. Semula hanya mengenal sistem kesukuan dengan kepala suku sebagai pemimpinnya menjadi pengenal dan menganut sistem pemerintahan kerajaan dengan raja sebagai pimpinan pemerintahan yang bercorak Hindu-Budha.
Hubungan Dagang Indonesia dengan India dan Cina (Menurut Van Leur dan Wolters)
Sumber Ekstern
1. Sumber dari India
Bukti adanya hubungan dagang tersebut dapat diketahui dari Kitab Jataka yang menyebut nama Swarnabhumi yakni sebuah negeri emas yang dapat dicapai setelah melalui perjalanan yang penuh bahaya. Swarnabhumi yang dimaksud ialah Pulau Sumatra. Lalu, Kitab Ramayana menyebut nama Yawadwipa dan Swarnadwipa. Menurut para ahli, Yawadwipa (pulau padi) diduga sebutan untuk Pulau Jawa, sedangkan Swarnadwipa (pulau emas dan perak) adalah Pulau Sumatra.
Dalam Kitab Mahaniddesa yang memberi petunjuk bahwa masyarakat India telah mengenal beberapa tempat di Indonesia pada abad ke-3 Masehi. Dalam Kitab Geographike yang ditulis pada abad ke-2 juga disebutkan telah ada hubungan dagang antara India dan Indonesia. Dari kedua keterangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara intensif terjadinya hubungan dagang antara Indonesia dan India mulai abad-abad tersebut (abad ke 2-3 Masehi).

2. Sumber dari Cina
Kontak hubungan Indonesia dengan Cina diperkirakan telah berkembang pada abad ke-5. Bukti-bukti yang memperkuat hubungan itu di antaranya adalah perjalanan seorang pendeta Budha, Fa Hien. Pada sekitar tahun 413 M, Fa Hien melakukan perjalanan dari  India ke Ye-po-ti (Tarumanegara) dan kembali ke Cina melalui jalur laut. Selanjutnya, Kaisar Cina, Wen Ti mengirim utusan ke She-po (Pulau Jawa). Berdasarkan bukti-bukti tersebut dapat disimpulkan bahwa pada abad ke-5 telah dilakukan hubungan perdagangan dan pelayaran secara langsung antara Indonesia dan Cina.
Barang-barang yang diperdagangkan dari Cina berupa sutra, kertas, kulit binatang berbulu, kulit manis, dan  barang-barang porselin. Barang-barang dagangan dari India berupa ukiran, gading, perhiasan, kain tenun, gelas, permata, dan wol halus yang ditukar dengan komoditas dari Indonesia seperti rempah-rempah, emas, dan perak.

Sumber Intern
Berikut sumber-sumber sejarah di dalam negeri yang memperkuat adanya hubungan dagang antara Indonesia dengan India dan Cina, antara lain sebagai berikut.

  1. Prasasti. Prasasti-prasasti tertua di Indonesia yang menunjukkan hubungan Indonesia dengan India, misalnya Prasasti Mulawarman di Kalimantan Timur yang berbentuk yupa.
  2. Kitab-Kitab Kuno. Kitab-kitab kuno yang ada di Indonesia biasanya ditulis  pada daun lontar yang ditulis dengan menggunakan bahasa dan tulisan Jawa Kuno yang juga merupakan pengaruh dari bahasa Sanskerta dan tulisan Pallawa.
  3. Bangunan-Bangunan Kuno. Bangunan kuno yang bercorak Hindu ataupun Budha terdiri atas candi, stupa, relief, dan arca.
PERKEMBANGAN TRADISI HINDU-BUDHA
Masuknya budaya Hindu-Budha di Indonesia menyebabkan munculnya Akulturasi. Akulturasi merupakan perpaduan 2 budaya dimana kedua unsur kebudayaan bertemu dapat hidup berdampingan dan saling mengisi serta tidak menghilangkan unsur-unsur asli dari kedua kebudayaan tersebut. Kebudayaan Hindu-Budha yang masuk di Indonesia tidak diterima begitu saja melainkan melalui proses pengolahan dan penyesuaian dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia tanpa menghilangkan unsur-unsur asli. Hal ini disebabkan karena:

  1. Masyarakat Indonesia telah memiliki dasar-dasar kebudayaan yang cukup tinggi sehingga masuknya kebudayaan asing ke Indonesia menambah perbendaharaan kebudayaan Indonesia.
  2. Kecakapan istimewa yang dimiliki bangsa Indonesia atau local genius merupakan kecakapan suatu bangsa untuk menerima unsur-unsur kebudayaan asing dan mengolah unsur-unsur tersebut sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
Pengaruh kebudayaan Hindu hanya bersifat melengkapi kebudayaan yang telah ada di Indonesia. Perpaduan budaya Hindu-Budha melahirkan akulturasi yang masih terpelihara sampai sekarang. Akulturasi tersebut merupakan hasil dari proses pengolahan kebudayaan asing sesuai dengan kebudayaan Indonesia.

  1. Seni Bangunan: Seni bangunan tampak pada bangunan candi sebagai wujud percampuran antara seni asli bangsa Indonesia dengan seni Hindu-Budha. Candi merupakan bentuk perwujudan akulturasi budaya bangsa Indonesia dengan India. Candi merupakan hasil bangunan zaman megalitikum yaitu bangunan punden berundak-undak yang mendapat pengaruh Hindu Budha.
  2. Seni Sastra dan Aksara: Kitab Bharatayudha merupakan gubahan Mahabarata oleh Mpu Sedah dan Panuluh. Isi ceritanya tentang peperangan selama 18 hari antara Pandawa melawan Kurawa. Para ahli berpendapat bahwa isi sebenarnya merupakan perebutan kekuasaan dalam keluarga raja-raja Kediri. Prasasti-prasasti yang ada ditulis dalam bahasa Sansekerta dan Huruf Pallawa.
  3. Sistem Kalender: Diadopsi dari sistem kalender/penanggalan India. Hal ini terlihat dengan adanya Penggunaan tahun Saka di Indonesia. Tercipta kalender dengan sebutan tahun Saka yang dimulai tahun 78 M (merupakan tahun Matahari, tahun Samsiah) pada waktu raja Kanishka I dinobatkan jumlah hari dalam 1 tahun ada 365 hari.

Thanks for reading & sharing E-LEARNING

Previous
« Prev Post

0 komentar:

Post a Comment

Popular Posts