Home » » Konflik, Kekerasan, Dan Upaya Penyelesaiannya

Konflik, Kekerasan, Dan Upaya Penyelesaiannya

Posted by E-LEARNING on Monday 7 August 2017

Kita tahu bahwa masyarakat kita adalah masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa, adat istiadat, agama, dan bahasa daerah. Keberagaman itu harusnya kita pelihara dan senantiasa dijaga dengan sebaik-baiknya agar menghasilkan sesuatu yang positif, yaitu terciptanya integrasi sosial. Adapun caranya dengan saling menghormati dan menghargai perbedaan-perbedaan itu. Namun demikian, tidak jarang perbedaan-perbedaan itu menimbulkan pertentangan-pertentangan yang pada akhirnya melahirkan konflik dalam masyarakat. Tentunya kamu tidak asing dengan istilah konflik, bukan? Sebuah istilah yang terkadang membuat kita sedikit takut, penasaran, dan ragu. Apakah konflik itu? Apakah penyebab dan akibat yang muncul dengan adanya konflik? Dan bagaimana cara menyelesaikan konflik dalam masyarakat? Mari, kita bahas bersama pada bab ini.

A. Pengaruh Diferensiasi Sosial dan Stratifikasi Sosial
Secara umum, diferensiasi dan stratifikasi sosial memberikan pengaruh positif dan negatif pada masyarakat. Pengaruh positifnya, diferensiasi dan stratifikasi sosial dapat mendorong terjadinya integrase sosial, sedangkan pengaruh negatifnya adalah terjadinya disintegrasi sosial. Diferensiasi sosial dapat menimbulkan primordialisme, etnosentrisme, politik aliran, dan terjadinya proses konsolidasi.

1) Primordialisme
Salah satu konsekuensi dari adanya diferensiasi sosial adalah terjadinya primordialisme. Primordialisme merupakan pandangan atau paham yang menunjukkan sikap berpegang teguh pada hal-hal yang sejak semula melekat pada diri individu, seperti suku bangsa, ras, dan agama. Istilah primordialisme berasal dari kata Bahasa Latin “primus” yang artinya pertama dan “ordiri” yang artinya tenunan atau ikatan. Dengan demikian, kata primordial(isme) dapat berarti ikatan-ikatan utama seseorang dalam kehidupan sosial, dengan hal-hal yang dibawanya sejak lahir seperti suku bangsa, ras, klan, asal usul kedaerahan, dan agama. 

2) Etnosentrisme
Primordialisme yang berlebihan juga akan menghasilkan sebuah pandangan subjektif yang disebut etnosentrisme atau fanatisme suku bangsa. Etnosentrisme adalah suatu sikap menilai kebudayaan masyarakat lain dengan menggunakan ukuran-ukuran yang berlaku di masyarakatnya. Karena yang dipakai adalah ukuran-ukuran masyarakatnya, maka orang akan selalu menganggap kebudayaannya memiliki nilai lebih tinggi daripada kebudayaan masyarakat lain.

3) Politik Aliran (Sektarian)
Politik aliran merupakan keadaan dimana sebuah kelompok atau organisasi tertentu dikelilingi oleh sejumlah organisasi massa (ormas), baik formal maupun informal. Tali pengikat antara kelompok dan organisasi-organisasi massa ini adalah ideologi atau aliran (sekte) tertentu. Contohnya, partai politik PKB yang dikelilingi oleh ormas-ormas NU. 

4) Konsolidasi
Berasal dari kata “consolidation” yang berarti penguatan atau pengukuhan. Konsolidasi memiliki dua sisi, yaitu sisi ke dalam dan sisi keluar. Konsolidasi dengan sisi kedalam akan memperkuat solidaritas kedalam suatu organisasi atau himpunan. Sebaliknya, konsolidasi dengan sisi keluar dapat menimbulkan sikap antipati dan kecurigaan terhadap organisasi lain.


B. Konflik Sosial
Kata “konflik” berasal dari bahasa Latin “configure” yang artinya saling memukul. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konflik didefinisikan sebagai percekcokkan, perselisihan, atau pertentangan. Dengan demikian, secara sederhana, konflik merujuk pada adanya dua hal atau lebih yang bersebrangan, tidak selaras, dan bertentangan. 

Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (atau juga kelompok) yang berusaha menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya.

Konflik lahir dari kenyataan akan adanya perbedaan-perbedaan, misalnya perbedaan ciri badaniah, emosi, kebudayaan, kebutuhan, kepentingan, atau pola-pola perilaku antarindividu atau kelompok dalam masyarakat. Menurut Soerjono Soekanto ada empat faktor yang dapat menyebabkan terjadinya konflik dalam masyarakat, yakni perbedaan antarindividu, perbedaan antarkebudayaan, perbedaan kepentingan, dan perubahan social.

Bentuk-Bentuk Konflik
Menurut Lewis A. Coser konflik dibedakan atas dua bentuk, yakni:

  1. Konflik realistis berasal dari kekecewaan individu atau kelompok terhadap sistem dan tuntutan-tuntutan yang terdapat dalam hubungan sosial.
  2. Konflik nonrealistis adalah konflik yang bukan berasal dari tujuan-tujuan persaingan yang antagonistis (berlawanan), melainkan dari kebutuhan pihak-pihak tertentu untuk meredakan ketegangan. Contohnya pembalasan dendam lewat ilmu gaib yang dilakukan dalam masyarakat tradisional. Contoh lain adalah upaya mencari kambing hitam yang terjadi dalam masyarakat telah maju.
Menurut Soerjono Soekanto ada lima bentuk khusus konflik atau pertentangan yang terjadi dalam masyarakat, yaitu:

  1. Konflik pribadi
  2. Konflik rasial
  3. Konflik antara kelas-kelas sosial
  4. Konflik politik
  5. Konflik internasional
Dari sudut psikologi sosial, Ursula Lehr mengemukakan bentuk-bentuk konflik

  1. Konflik dengan orang tua sendiri 
  2. Konflik dengan anak-anak sendiri
  3. Konflik dengan keluarga
  4. Konflik dengan orang lain
  5. Konflik dengan suami istri
  6. Konflik di sekolah
  7. Konflik dalam pemilihan pekerjaan
  8. Konflik agama
  9. Konflik pribadi
Konflik dapat memiliki dampak atau akibat positif maupun negatif. Dilihat dari sisi positif konflik adalah sebagai berikut.

  1. Konflik dapat memperjelas aspek-aspek kehidupan yang belum jelas atau masih belum tuntas ditelaah.
  2. Konflik memungkinkan adanya penyesuaian kembali norma-norma, nilai-nilai, serta hubungan-hubungan sosial dalam kelompok bersangkutan dengan kebutuhan individu atau kelompok
  3. Konflik meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (in-group solidarity) yang sedang berkonflik dengan kelompok lain.
  4. Konflik merupakan jalan untuk mengurangi ketergantungan antarindividu dan kelompok
  5. Konflik dapat membantu menghidupkan kembali norma-norma lama dan menciptakan norma-norma baru
  6. Konflik dapat berfungsi sebagai sarana untuk mencapai keseimbangan antara kekuatan-kekuatan yang ada di dalam masyarakat
  7. Konflik memunculkan sebuah kompromi baru apabila pihak yang berkonflik berada dalam kekuatan yang seimbang
Sedangkan dilihat dari sisi negatif suatu konflik adalah sebagai berikut.

  1. Keretakan hubungan antar individu dan persatuan kelompok
  2. Kerusakan harta benda dan jatuhnya korban manusia
  3. Berubahnya sikap kepribadian para individu, baik yang mengarah pada hal-hal positif atau negatif
  4. Munculnya dominasi kelompok pemenang atas kelompok yang kalah
C. Kekerasan
Kekerasan adalah bentuk lanjutan dari konflik sosial. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kekerasan didefinisikan sebagai perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau 
matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain.   

Dalam kehidupan sehari-hari, kekerasan identik dengan tindakan melukai orang lain dengan sengaja, membunuh, atau memperkosa. Kekerasan seperti itu sering disebut sebagai kekerasan langsung (direct violence). Kekerasan juga menyangkut tindakan-tindakan seperti mengekang, mengurangi atau meniadakan hak seseorang, mengintimidasi, memfitnah, dan menteror orang lain. Jenis kekerasan yang terakhir disebut kekerasan tidak langsung (indirect violence). 

Teori-Teori tentang Kekerasan 
1) Teori Faktor Individual 
Agresivitas perilaku seseorang dapat menyebabkan timbulnya kekerasan. Faktor penyebab perilaku kekerasan adalah faktor pribadi dan faktor sosial. Faktor pribadi meliputi kelainan jiwa, seperti psikopat, psikoneurosis, frustasi kronis, serta pengaruh obat bius. Faktor yang bersifat sosial, antara lain konflik rumah tangga, faktor budaya, dan media massa. 

2) Teori Faktor Kelompok 
Terjadi karena benturan identitas kelompok yang berbeda. Contohnya konflik antar suporter bola 

3) Teori Dinamika Kelompok 
Kekerasan yang timbul karena adanya deprivasi relative (kehilangan rasa memiliki) yang terjadi dalam kelompok atau masyarakat. Artinya, perubahan-perubahan sosial yang terjadi demikian cepat dalam sebuah masyarakat dan tidak mampu ditanggapi dengan seimbang oleh sistem sosial dan nilai masyarakatnya.

Berikut ini disajikan perbedaan konflik dan kekerasan dalam bentuk tabel untuk memudahkanmu dalam memahaminya.
Konflik Kekerasan

  • Hasil proses interaksi sosial yang bersifat negatif atau disosiatif.
  • Sebagai fakta sosial yang tidak dapat dihindari.
  • Bertujuan memperoleh kemenangan dan menghancurkan pesaingnya.
  • Berdampak positif yang dapat mendorong suatu perubahan. a) Agresi jahat yang tidak terprogram secara filogenetik dan tidak adaptif biologis.
  • Bukan pembawaan manusia, memiliki tingkat kedestruktifan yang berbeda-beda.
  • Tidak memiliki tujuan dan muncul karena dorongan nafsu belaka.
  • Kedestruktifannya meningkat seiring dengan perkembangan peradaban.
D. Cara Pengendalian Konflik dan Kekerasan
Konflik merupakan gejala sosial yang senantiasa melekat dalam kehidupan setiap masyarakat. Sebagai gejala sosial, konflik hanya akan hilang bersama hilangnya masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, yang dapat kita lakukan adalah mengendalikan agar konflik tersebut tidak berkembang menjadi kekerasan (violence). 

Pada umumnya masyarakat memiliki sarana atau mekanisme untuk mengendalikan konflik di dalam tubuhnya. Beberapa sosiolog menyebutnya sebagai katup penyelamat (safety valve), yaitu mekanisme khusus yang dipakai untuk mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik. Lewis A. Coser melihat katup penyelemat sebagai jalan keluar yang dapat meredakan permusuhan antara dua pihak yang berlawanan.

Penyelesaian konflik dikenal dengan istilah Akomodasi, yang meliputi:

  1. Koersi adalah bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan dengan paksaan. Salah satu pihak berada dalam kondisi yang lebih lemah dibandingkan dengan pihak lawan. Koersi dapat bersifat fisik maupun psikis.
  2. Kompromi adalah masing-masing pihak yang terlibat konflik saling mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian bersama.
  3. Arbritase adalah Cara mencapai kompromi dengan meminta bantuan pihak ketiga yang dipilih oleh kedua belah pihak atau oleh badan yang kedudukannya lebih tinggi dari pihak yang bertikai.
  4. Mediasi adalah Cara menyelesaikan konflik dengan meminta bantuan pihak ketiga yang bersikap netral dan bertindak sebagai penasihat tanpa memiliki wewenang untuk mengambil keputusan.
  5. Konsiliasi adalah Usaha mempertemukan keinginan-keinginan pihak yang bertikai untuk mencapai persetujuan bersama.
  6. Toleransi adalah Bentuk akomodasi tanpa adanya persetujuan formal dalam wujud saling menghargai, menghormati, dan tidak saling curiga.
  7. Stalemate adalah Masing-masing pihak yang terlibat konflik karena kekuatannya seimbang, terhenti pada suatu titik tertentu untuk tidak melakukan pertentangan
  8. Ajudikasi adalah Bentuk penyelesaian konflik melalui pengadilan.

Thanks for reading & sharing E-LEARNING

Previous
« Prev Post

0 komentar:

Post a Comment