Home » » Bab 3 Sistem Hukum dan Peradilan Di Indonesia

Bab 3 Sistem Hukum dan Peradilan Di Indonesia

Posted by E-LEARNING on Wednesday, 4 March 2015

A. Sistem Hukum di Indonesia
1. Makna dan Karakteristik Hukum
Seorang filsuf pernah mengatakan bahwa hukum itu ibarat pagar di kebun binatang. Mengapa orang berani pergi berkunjung ke kebun binatang ? Karena ada pagar yang membatasi antara liarnya kehidupan binatang dengan para pengunjung. Jika tidak ada pagar yang memisahkan pengunjung dengan binatang, tentu saja tidak akan ada orang yang berani masuk ke kebun binatang itu. Para pengunjung dapat menikmati kehidupan binatang dengan aman karena ada pagar yang membatasi mereka dengan binatang buas tersebut.

Demikianlah hukum itu pada hakikatnya merupakan pagar pembatas, agar kehidupan manusia aman dan damai. Coba bayangkan oleh kalian jika seandainya di negara kita ini tidak ada hukum. Bisa diperkirakan, kesemrawutan akan terjadi dalam segala hal, mulai dari kehidupan pribadi sampai pada kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai contoh kalau seandainya  tidak ada peraturan lalu lintas, kita tidak akan dapat memperkirakani seseorang pengendara kendaraan bermotor akan berjalan di sebelah kiri atau kanan. Pada saat lampu  menyala merah apakah mau berhenti atau jalan? Karena ada peraturan, maka para pengendara kendaraan bermotor harus berjalan di sebelah kiri. Jika lampu stopan merah, maka semua kendaraan harus berhenti. Sehingga arus lalu lintas menjadi tertib dan keselamatan orang pun terjamin.

Dari uraian di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa hukum itu merupakan aturan, tata tertib dan kaidah hidup. Akan tetapi, sampai saat ini belum ada kesepakatan yang pasti tentang rumusan arti hukum. Untuk merumuskan pengertian hukum tidaklah mudah, karena hukum itu  meliputi banyak segi dan bentuk sehingga satu pengertian tidak mungkin mencakup  keseluruhan segi dan bentuk hukum. 

Selain itu, setiap orang  atau ahli akan  memberikan arti yang berlainan sesuai dengan sudut pandang masing-masing yang akan menonjolkan  segi-segi tertentu dari hukum. Hal ini sesuai dengan pendapat Van Apeldorn bahwa “definisi tentang hukum  adalah sangat sulit untuk dibuat karena tidak mungkin untuk mengadakannya sesuai kenyataan”. Akan tetapi meskipun sulit merumuskan definisi yang baku mengenai hukum,  di dalam hukum terdapat beberapa unsur, diantaranya:
1) Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.
2) Peraturan itu dibuat dan ditetapkan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
3) Peraturan itu bersifat memaksa.
4) Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas. 

Adapun yang menjadi karakteristik dari hukum adalah:
1) Adanya perintah dan larangan.
2) Perintah atau larangan tersebut harus dipatuhi oleh semua orang.

Hukum berlaku di masyarakat  dan ditaati oleh masyarakat  karena hukum memiliki sifat memaksa dan mengatur. Hukum dapat memaksa seseorang untuk mentaati tata tertib yang berlaku di dalam masyarakat  dan terhadap orang yang tidak mentaatinya diberikan sanksi yang tegas. Dengan demikian suatu ketentuan hukum mempunyai tugas untuk:
1) Menjamin kepastian hukum bagi setiap orang di dalam masyarakat.
2) Menjamin ketertiban, ketentraman, kedamaian, keadilan, kemakmuran, kebahagian dan kebenaran.
3) Menjaga jangan sampai terjadi perbuatan main hakim sendiri dalam pergaulan masyarakat.

2. Penggolongan  Hukum  
Hukum mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Mengingat aspek kehidupan manusia sangat luas, sudah barang tentu ruang lingkup atau cakupan hukum pun begitu luas. Sehingga perlu dilakukan penggolongan atau pengklasifikasian.

Berdasarkan kepustakaan ilmu hukum, hukum dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Berdasarkan sumbernya, hukum dapat dibagi dalam:
1) Hukum undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan.
2) Hukum kebiasaan, yaitu hukum yang terletak dalam peraturan-peraturan kebiasaan
3) Hukum traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara di dalam suatu perjanjian antar negara (traktat)
4) Hukum yurisprudensi, yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim. 

b. Berdasarkan tempat berlakunya, hukum dapat dibagi dalam:
1) Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam wilayah suatu negara tertentu.
2) Hukum internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum antar negara dalam dunia internasional.  Hukum internasional berlakunya secara universal, baik secara keseluruhan maupun terhadap negara-negara yang mengikatkan dirinya pada suatu perjanjian internasional (traktat).
3) Hukum asing, yaitu hukum yang berlaku dalam wilayah negara lain.
4) Hukum gereja, yaitu kumpulan-kumpulan norma yang ditetapkan oleh greja untuk para anggota-anggotanya

c. Berdasarkan bentuknya, hukum dapat dibagi dalam:
1) Hukum tertulis, yang dibedakan atas dua macam sebagai berikut:
a) Hukum tertulis yang dikodifikasikan, yaitu hukum yang disusun secara lengkap, sistematis, teratur dan dibukukukan, sehingga tidak perlu lagi peraturan pelaksanaan. Misalnya KUH Pidana, KUH Perdata dan KUH Dagang.
b) Hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan yaitu hukum yang meskipun tertulis, tetapi tidak disusun secara sistematis, tidak lengkap, dan masih terpisah-pisah, sehingga sering masih memerlukan peraturan pelaksanaan dalam penerapan. Misalnya undang-undang, peraturan pemerintah dan keputusan presiden. 
2) Hukum tidak tertulis, yaitu hukum yang hidup dan diyakini oleh warga nasyarakat serta dipatuhi dan tidak dibentuk menurut prosedur formal, tetapi lahir dan tumbuh dikalangan masyarakat itu sendiri. 

d. Berdasarkan waktu berlakunya, hukum dapat dibagi dalam:
1) Ius Constitutum (hukum positif), yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu. Misalnya Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, Undang-Undang RI Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
2) Ius Constituendum (hukum negatif), yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang. Misalnya rancangan undang-undang (RUU)

e. Berdasarkan cara mempertahankanya, hukum dapat dibagi dalam:
1) Hukum material, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat yang berlaku umum tentang hal-hal yang dilarang dan dibolehkan untuk dilakukan. Misalnya hukum pidana, hukum perdata, hukum dagang dan sebagainya.
2) Hukum formal, yaitu hukum yang mengatur bagaimana cara mempertahankan dan melaksanakan hukum meterial. Misalnya Hukum Acara Pidana (KUHAP), Hukum Acara Perdata dan sebagainya. 

f. Berdasarkan sifatnya, hukum dapat dibagi dalam:
1) Hukum yang memaksa, yaitu hukum yang dalam keadaan bagaimanapun juga harus dan mempunyai paksaan mutlak. Misalnya melakukan pembunuhan , maka sanksinya secara paksa wajib dilaksanakan.
2) Hukum yang mengatur, yaitu hukum yang dapat dikesampingkan  apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam suatu perjanjian. Atau dengan kata lain, hukum yang mengatur hubungan antar individu yang baru berlaku apabila yang bersangkutan tidak menggunakan alternatif lain  yang dimungkinkan oleh hukum (undang-undang). Misalnya ketentuan dalam pewarisan ab-intesto (pewarisan berdasarkan undang-undang), baru mungkin bisa dilaksanakan jika tidak ada surat wasiat (testamen)

g. Berdasarkan wujudnya, hukum dapat dibagi dalam:
1) Hukum objektif, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara dua orang atau lebih yang berlaku umum. Dengan kata lain, hukum dalam suatu negara yang berlaku umum dan tidak mengenai orang atau golongan tertentu. 
2) Hukum subjektif, yaitu hukum yang timbul dari hukum objektif dan berlaku terhadap seorang atau lebih. Hukum subjektif sering juga disebut hak.

h. Berdasarkan isinya, hukum dapat dibagi dalam:
1) Hukum publik, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan individu (warga negara), menyangkut kepentingan umum (publik). Hukum publik terbagi atas:
a) Hukum Pidana, yaitu mengatur tentang pelanggaran dan kejahatan, memuat larangan dan sanksi. 
b) Hukum Tata Negara, yaitu mengatur hubungan antara negara dengan bagian-bagiannya.
c) Hukum Tata Usaha Negara (administratif), yaitu mengatur tugas kewajiban pejabat negara.
d) Hukum Internasional, yaitu mengatur hubungan antar negara, seperti hukum perjanjian internasional, hukum perang internasional, dan sebagainya.
2) Hukum privat (sipil), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara individu satu dengan individu lain, termasuk negara sebagai pribadi. Hukum privat terbgi atas:
a) Hukum Perdata, yaitu huku mengatur hubungan antar individu secara umum. Contoh hukum keluarga, hukum kekayaan, hukum waris, hukum perjanjian, dan hukum perkawinan.
b) Hukum Perniagaan (dagang), yaitu mengatur hubungan antar individu dalam perdagangan. Contoh hukum tentang jual beli, hutang piutang, mendirikan perusahaan dagang dan sebagainya)

3. Tujuan Hukum
Baca dan cermati berita di bawah ini.

Polisi Ringkus Dua Begal Motor
DEPOK – Anggota Polsek Sukmajaya meringkus dua pembegal sepeda motor. Masing-masing berinisial D (19) dan IS (18). Mereka dibekuk di wilayah Boulevard Kota Kembang, Grand Depok City (GDC), Kecamatan Cilodong, Kota Depok, Minggu (1/2) dini hari.  Penangkapan dilakukan saat pelaku hendak beraksi terhadap seorang laki-laki dan seorang perempuan yang sedang duduk di pinggir jalan GDC. Saat itu, terdapat tiga sepeda motor berputar-putar. Salah satu pelaku mengancam dengan mengacungkan senjata tajam ke arah korban. Selanjutnya, pelaku berusaha membawa kabur motor korban, setelah korban diancam akan dibacok. 

“Pada saat bersamaan, korban berteriak minta tolong. Anggota Buru Sergap (Buser) Polsek Sukmajaya yang sebelumnya sudah melakukan observasi terkait maraknya pelaku begal pengendara sepeda motor menangkap penjahat tersebut,” tutur Kapolresta Depok, Komisaris Besar Ahmad Subarkah, Minggu siang.
Menurut Subarkah, pelaku D berusaha melawan menggunakan senjata tajam jenis sangkur saat hendak ditangkap. Hal itu membuat polisi akhirnya mengeluarkan tembakan peringatan, selanjutnya menyergap dua pelaku. Hingga saat ini, pembegal motor yang sudah diringkus menjadi tiga orang. Sebelumnya tersangka Masduki, yang juga beraksi di wilayah Tangerang, ditangkap di Jalan KSU Kecamatan Sukmajaya. 

Marak
Sebelumnya, Sabtu (31/1) dini hari, pembegal juga menggasak motor seorang perempuan pedagang sayur-mayur bernama Kartumi (32) di Jalan Raya Krukut, Kecamatan Limo, Kota Depok. Selain kehilangan sepeda motor Jupiter MX bernomor polisi B 6003 GZB, korban dijatuhkan ke sungai. Pelaku begal yang berjumlah lima orang menodongkan senjata tajam kepada korban. “Saya sempat ditodong senjata tajam dan didorong ke sungai,” ujar Kartumi saat melapor ke petugas Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) Polres Kota Depok, Sabtu.
Meski sempat ditodong dan didorong ke sungai, Kartumi masih selamat. Namun, ia harus kehilangan sepeda motornya yang dibawa kabur kawanan pelaku begal yang berjumlah sekitar lima orang.

Kejadian yang dialami Kartumi menambah panjang daftar pembegalan di Kota Depok selama Januari 2015. Sebelumnya, telah terjadi dua peristiwa serupa. Keduanya mengakibatkan korban tewas. Para korban yang tewas di Jalan Juanda dan Jalan Margonda Raya adalah pemilik motor yang mencoba melawan untuk mempertahankan sepeda motornya.

Maraknya kasus begal sepeda motor di Depok akhir-akhir ini menjadi pembicaraan hangat di kalangan warga. Tidak sedikit masyarakat yang takut menggunakan sepeda motor pada malam hari. Padahal, beberapa waktu lalu, Polresta Depok mengklaim, saat ini pihaknya telah meningkatkan jumlah personel untuk patroli malam hari.  “Warga tidak perlu takut karena polisi sudah menyebarkan anggota, baik yang berpakaian dinas maupun pakaian biasa, di sejumlah lokasi yang kami nilai rawan,” ucap Kepala Urusan Subbagian Humas Polresta Depok, Inspektur Dua (Ipda) Bagus Suwandi. 

Meski demikian, Bagus mengimbau, warga pengguna sepeda motor sebaiknya menghindari berhenti di tempat-tempat sepi pada malam hari. Kalaupun terpaksa harus berhenti, diharuskan mencari lokasi yang ramai dengan keberadaan warga lain. 

                                       Sumber : http://sinarharapan.co/news/read/150202021/
Aksi para begal motor merupakan salah satu bentuk pelanggaran hukum yang sangat meresahkan masyarakat. Kita patut mengapresiasi atau memberikan penghargaan kepada para petugas kepolisian yang berhasil meringkus para pembegal motor tersebut, sehingga ketentraman dan ketertiban di masyarakat betul-betul dapat terwujud.

Keberhasil para petugas kepolisian tersebut merupakan perwujudan dari tujuan adanya hukum. Apa sebanarnya yang menjadi tujuan hukum itu? Tujuan   ditetapkannya hukum bagi suatu negara adalah  untuk menegakkan kebenaran dan keadilan,  mencegah tindakan yang sewenang-wenang,  melindugni hak azasi manusia dan menciptakan suasana yang tertib, tentram  aman dan damai.

Dengan adanya suasana aman dan tenteram serta tertib dikalangan umat manusia, maka segala kepentingan manusia dapat dilindungi oleh hukum, dari tindakan yang merugikan, mengingat kepentingan manusia sering kali saling berbenturan. Untuk itulah negara mempunyai tugas menjaga tata tertib masyarakat dan berkewajiban melindungi segenap bangsa dan seluruh tanah air Indonesia. Negara juga mempunyai wewenang menegakkan hukum dan memberi sanksi hukum kepada yang melanggarnya.

4. Tata Hukum Indonesia
Pada mata pelajaran bahasa baik bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris, kalian pasti pernah mempelajari tata bahasa. Nah, di dalam hukum pun dijenal istilah tata hukum. Dalam pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, banyak dibahas mengenai tata hukum terutama tata hukum Indonesia.

Sebagai suatu negara yang merdeka, Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai tata hukum sendiri. Tata hukum suatu negara mencerminkan kondisi objektif dari negara yang bersangkutan, sehingga tata hukum suatu negara berbeda dengan negara lainnya. Tata hukum negara kita berbeda dengan tata hukum negara Malaysia atau negara lainnya.

Tata hukum merupakan hukum positif atau hukum yang berlaku di suatu negara pada saat sekarang. Tata hukum bertujuan untuk mempertahankan, memelihara, dan melaksanakan tertib hukum bagi masyarakat suatu negara sehingga dapat dicapai ketertiban di negara tersebut. Tata hukum Indonesia merupakan keseluruhan peraturan hukum yang diciptakan oleh negara dan berlaku bagi seluruh masyarakat Indonesia yang berpedoman pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan pelaksanaan tata hukum tersebut dapat dipaksakan oleh alat-alat negara yang diberi kekuasaan.

Tata hukum Indonesia ditetapkan oleh masyarakat hukum Indonesia. Oleh karena itu  tata hukum Indonesia baru ada ketika Negara Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Hal tersebut bisa dilihat dalam:
a. Proklamasi Kemerdekaan : “Kami  bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia”.
b. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 : “Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Kemudian dari pada itu…. disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan…. 
Dua hal di atas mengandung arti sebagai berikut:
a. Menjadikan Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat
b. Pada saat itu juga menetapkan tata hukum Indonesia. Di dalam Undang-Undang Dasar  itulah tercantum tata hukum Indonesia.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hanya memuat ketentuan-ketentuan dasar dan merupakan rangka dari tata hukum Indonesia. Masih banyak ketentuan-ketentuan yang harus ditetapkan lebih lanjut dalam undang-undang organik. Oleh karena itu, sampai sekarang masih terdapat ketentuan hukum yang merupakan produk hukum kolonial misalnya Kitab Undang-Undang  Hukum Pidana dan Kitab Undang–Undang Hukum Perdata.

B. Mencermati Sistem Peradilan di Indonesia
1. Makna Lembaga Peradilan
Setelah mempelajari system hukum dari berbagai aspek, pada bagian ini kalian akan diajak untuk menelaah lembaga negara yang mengawasi pelaksanaan dari suatu kaidah hukum. Lembaga ini sering disebut sebagai lembaga peradilan, yang merupakan wahana bagi setiap rakyat yang mencari keadilan untuk mendapatkan haknya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Berbicara mengenai lembaga peradilan nasional, maka tidak bisa terlepas dari konsep kekuasaan negara. Kekuasaan yang dimaksud adalah kekuasaan kehakiman. Di Indonesia, perwujudan kekuasaan kehakiman ini diatur sepenuhnya dalam Undang-Undang RI nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang RI Nomor 14 tahun 1970 tentang pokok pokok kekuasaan kehakiman.

Kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan oleh Mahkamah Agung, badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan yang berada di lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara, serta oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Lembaga-lembaga tersebut berperan sebagai penegak keadilan, dan dibersihkan dari setiap intervensi baik dari lembaga legislatif, eksekutif maupun lembaga lainnya.

Proses peradilan dilaksanakan di sebuah tempat yang dinamakan pengadilan. Dengan demikian terdapat perbedaan antara konsep peradilan dengan pengadilan. Peradilan menunjukan pada proses mengadili perkara sesuai dengan kategori perkara yang diselesaikan. Sedangkan pengadilan menunjukkan pada tempat untuk mengadili perkara atau tempat untuk melaksanakan proses peradilan guna menegakkan hukum.

Dari uraian di atas dapat dirumuskan bahwa lembaga peradilan  nasional sama artinya dengan pengadilan negara, yaitu lembaga yang dibentuk oleh negara sebagai bagian dari otoritas negara di bidang kekuasaan kehakiman dengan sumber hukumnya peraturan perundang-undangan yang berlaku di dalam negara.

Pengadilan secara umum mempunyai tugas untuk mengadili perkara menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan  orang. Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkarayang diajukukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang,  akan tetapi pengadilan wajib memeriksa dan mengadili setiap perkara peradilan yang masuk. 

2. Dasar Hukum Lembaga Peradilan
Adapun yang menjadi dasar hukum terbentuknya lembaga-lembaga peradilan nasional adalah:
a. Pancasila terutama sila kelima, yaitu “Keadilan Sosial Bagi Seluruh rakyat Indonesia”
b. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bab IX pasal 24 ayat (2) dan (3), yaitu:
(2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi
(3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.
c. Undang-Undang RI Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
d. Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer
e. Undang-Undang RI Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
f. Undang-Undang RI Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak
g. Undang-Undang RI Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
h. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung
i. Undang-Undang RI Nomor 8 tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum
j. Undang-Undang RI Nomor 9 tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara
k. Undang-Undang RI Nomor 3 tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama
l. Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung
m. Undang-Undang RI Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
n. Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
o. Undang-Undang RI Nomor 49 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum
p. Undang-Undang RI Nomor 50 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama
q. Undang-Undang RI Nomor 51 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara

Peraturan perundang-undangan di atas menjadi pedoman dasar bagi lembaga-lembaga peradilan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagai lembaga yang melaksanakan kekuasaan kehakiman secara bebas tanpa ada intervensi dari siapapun. Nah, tugas kita adalah mengawasi kinerja dari lembaga-lembaga tersebut serta memberikan masukan jika dalam kinerjanya belum optimal supaya lembaga-lembaga tersebut merasa dimiliki oleh rakyat. 

3. Klasifikasi Lembaga Peradilan
Pada bagian sebelumnya kalian telah menelaah hakikat lembaga peradilan. Nah, pada bagian ini kalian akan diajak untuk menelusuri klasifikasi atau macam-macam lembaga peradilan yang berdiri di Indonesia.

Dalam pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman disebutkan bahwa “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.

Dari ketentuan di atas, sesungguhnya badan peradilan nasional dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Peradilan Sipil, yang terdiri dari:
1) Peradilan Umum, yang meliputi:
a) Pengadilan Negeri berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota
b) Pengadilan  Tinggi berkedudukan di ibu kota provinsi
c) Mahkamah Agung berkedudukan di ibu kota negara
2) Peradilan Khusus, yang meliputi:
a) Peradilan Agama yang terdiri dari: 
(1) Pengadilan Agama yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota
(2) Pengadilan Tinggi Agama yang berkedudukan di ibu kota provinsi
b) Peradilan Syariah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam 
c) Peradilan Tata Usaha Negara yang terdiri dari:
(1) Pengadilan Tata Usaha Negara yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota.
(2) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang berkedudukan di ibu kota provinsi
d) Mahkamah Konstitusi

b. Peradilan Militer, terdiri dari:
1) Pengadilan Militer
2) Pengadilan Militer Tinggi
3) Pengadilan Militer Utama
4) Pengadilan Militer Pertempuran

Badan-badan peradilan di atas merupakan sarana bagi rakyat pencari keadilan untuk mendapatkan haknya di dalam lapangan peradilan nasional. Badan-badan tersebut mempunyai fungsi tersendiri sesuai dengan kompetensinya. Kompetensi sebuah lembaga peradilan terdiri dari:
a. Kompetensi relatif, yaitu kompetensi yang berkaitan dengan tugas dan wewenangnya untuk mengadili suatu perkara. Misalnya penyelesaian perkara perceraian bagi penduduk yang beragama Islam, maka yang berwenang untuk menyelesaikannya adalah peradilan agama. Tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI, disidangkan di pengadilan militer.
b. Kompetensi absolut, yaitu kompetensi yang berkaitan dengan wilayah hukum atau wilayah tugas suatu badan peradilan. Misalnya pengadilan negeri, wilayah hukumnya hanya meliputi satu kabupaten atau kota dan hanya berwenang menyidangkan perkara hukum yang terjadi wilayah hukumnya. 

4. Perangkat Lembaga Peradilan 
Setelah kalian mempelajari klasifikasi dari lembaga peradilan nasional sudah barang tentu kalian mempunyai gambaran bahwa begitu banyaknya sarana untuk mencari keadilan. Nah, untuk menjalankan tugas dan fungsinya di bidang kekuasan kehakiman, setiap lembaga peradilan mempunyai alat kelengkapan atau perangkatnya. Pada bagian ini, kalian akan diajak untuk mengidentifikasi perangkat dari lembaga-lembaga peradilan tersebut.
a. Peradilan Umum 
Pada awalnya peradilan umum diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 2 tahun 1986. Setelah dinilai tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang ini diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 8 tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum dan Undang-Undang RI Nomor 49 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum. Berdasarkan undang-undang ini, kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Umum dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung.

1) Pengadilan Negeri 
Pengadilan Negeri mempunyai daerah hukum yang meliputi wilayah kabupaten atau kota dan berkedudukan di ibu kota kabupaten kota. Pengadilan Negeri dibentuk berdasarkan keputusan presiden. Untuk menjalankan tugas dan fungsinya, Pengadilan negeri mempunyai perangkat yang terdiri atas: pimpinan (yang terdiri dari seorang ketua dan seorang wakil ketua), hakim (yang merupakan pejabat pelaksana kekuasaan kehakiman), panitera  (yang dibantu oleh wakil panitera, panitera muda dan panitera muda penganti), sekretaris dan jurusita (yang dibantu oleh juru sita pengganti)

2) Pengadilan  Tinggi 
Pengadilan tinggi merupakan pengadilan tingkat banding. Perangkat Pengadilan Tinggi terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera dan sekretaris. Pimpinan pengadilan tinggi terdiri atas seorang ketua ketua dan seorang wakil ketua. Hakim anggota anggota Pengadilan Tinggi adalah hakim tinggi. Pengadilan tinggi dibentuk dengan undang-undang.

3) Mahkamah Agung 
Mahkamah Agung merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mahkamah Agung diatur oleh Undang-Undang RI Nomor 5 tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.  
Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 5 tahun 2004, perangkat atau kelengkapan Mahkmah Agung terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera dan sekretaris. Pimpinan hakim anggota Mahkamah Agung adalah hakim agung. Pimpinan Mahkamah Agung terdiri atas seorang ketua, dua orang wakil ketua dan beberapa orang ketua muda. Wakil ketua mahkamah Agung terdiri atas wakil ketua bidang yudisial dan wakil ketua bidang non yudisial. 

b. Peradilan Agama 
Peradilan agama di atur dalam Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan Undang-Undang RI Nomor 3 tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, serta Undang-Undang RI Nomor 50 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan agama dilaksanakan oleh Pengadilan agama dan Pengadilan Tinggi Agama. Kekuasaan kehakiman pada peradilan agama berpuncak pada Mahkamah Agung. 

1) Pengadilan Agama 
Pengadilan agama berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota dan daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten atau kota. Pengadilan agama merupakan pengadilan tingkat pertama dan dibentuk berdasarkan keputusan presiden (kepres). Perangkat atau alat kelengkapan pengadilan Agama terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, sekretaris dan juru sita. Pimpinan Pengadilan Agama terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua. Hakim dalam pengadilan agama diangkat dan diberhentikan oleh presiden selaku kepala negara atas usul menteri agama berdasarkan persetujuan ketu Mahkamah agung. Ketua dan wakil ketua Pengadilan agama diangkat dan diberhentikan oleh menteri agama berdasarkan persetujuan ketua mahkamah agung. Wakil ketua dan hakim Pengadilan agama diangkat sumpahnya oleh ketua Pengadilan Agama.

2) Pengadilan Tinggi Agama
Pengadilan Tinggi Agama berkedudukan di ibu kota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi. Pengadilan tinggi agama merupakan pengadilan tingkat banding. Perangkat atau alat kelengkapan Pengadilan Tinggi Agama terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera dan sekretaris. Pimpinan  Pengadilan Tinggi Agama terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua.  Ketua Pengadilan Tinggi Agama diambil sumpahnya oleh oleh ketua Mahkamah Agung. Hakim anggota Pengadilan Tinggi Agama adalah hakim tinggi. Wakil ketua dan hakim Pengadilan Tinggi Agama diambil sumpahnya oleh ketua Pengadilan Tinggi Agama.

c. Peradilan Tata Usaha Negara
Pada awalnya, Peradilan Tata Usaha Negara di atur dalam Undang-Undang RI Nomor 5 tahun 1986, kemudian undang-undang tersebut diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 9 tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, serta diubah lagi dengan Undang-Undang RI Nomor 51 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dilaksanakan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. 

1) Pengadilan Tata Usaha Negara 
Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota dan daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten atau kota. Pengadilan Tata Usaha Negara merupakan pengadilan tingkat pertama. Pengadilan Tata Usaha Negara dibentuk berdasrkan keputusan presiden. Perangkat atau alat kelengkapan Pengadilan Tata Usaha Negara terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, sekretaris dan juru sita. Pimpinan pengadilan terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua.  Hakim pengadilan adalah pejabat yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang diangkat dan diberhentikan oleh presiden atas usul ketua  Mahkamah Agung.  Wakil ketua dan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara diambil sumpahnya oleh ketua Pengadilan Tata Usaha Negara. 

2) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara 
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di ibu kota provinsi dan daerah hukumnya meliputi  wilayah provinsi. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara merupakan pengadilan tingkat banding. Perangkat atau alat kelengkapan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera dan sekretaris.  Pimpinan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua. Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara diambil sumpahnya oleh oleh ketua Mahkamah Agung. Hakim anggota Pengadilan Tinggi Agama adalah hakim tinggi. Wakil ketua dan hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara diambil sumpahnya oleh ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.

d. Peradilan Militer
Peradilan Militer diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1997. Dalam undang-undang tersebut, yang dimaksud dengan pengadilan adalah badan yang melaksanakan kekuasan kehakiman di lingkungan peradilan  militer  yang meliputi Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama dan Pengadilan Militer Pertempuran.

Dalam peradilan militer dikenal adanya oditurat, yaitu badan di lingkungan TNI yang melakukan kekuasaan pemerintahan negara negara di bidang penuntutan dan penyidikan berdasarkan pelimpahan dari Panglima TNI. Oditurat terdiri atas oditurat militer, oditurat militer tinggi, oditurat jenderal dan oditurat militer pertempuran

e. Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi keberadaanya merupakan perwujudan dari pasal 24 C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Lebih lanjut  Mahkamah Konstitusi diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Mahkamah Konstitusi terdiri dari 9 (sembilan) orang hakim konstitusi yang diajukan masing-masing 3 (tiga) orang oleh DPR, Presiden dan Mahkamah Agung, dan ditetepkan dengan Keputusan Presiden. Susunan organisasinya terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, dan 7 (tujuh) anggota hakim konstitusi.

Untuk kelancaran tugas dan wewenangnya Mahkamah Konstitusi dibantu oleh sebuah Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan, yang susunan organisasi, fungsi, tugas, dan wewenangnya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden atas usul Mahkamah Konstitusi.

Masa jabatan hakim konstitusi adalah 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan. Sedangkan Ketua dan Wakil ketua dipilih dari dan oleh hakim konstitusi untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun. Hakim konstitusi adalah pejabat negara.  

5. Tingkatan Lembaga Peradilan
Pada bagian ini kalian akan diajak untuk menelaah tingkatan lembaga peradilan di Indonesia. Sebagaimana telah kalian pelajari sebelumnya bahwa lembaga peradilan dimiliki oleh setiap wilayah yang ada di Indonesia. Lembaga-lembaga tersebut tentunya tidak semuanya berkedudukan sejajar, akan tetapi ditempatkan secara hierarki (bertingkat-tingkat) sesuai dengan peran dan fungsinya.

Adapun tingkatan lembaga peradilan adalah sebagai berikut:
a. Pengadilan Tingkat Pertama (Pengadilan Negeri)
Pengadilan tingkat pertama dibentuk berdasarkan keputusan presiden. Pengadilan tingkat pertama mempunyai kekuasaan hukum yang meliputi satu wilayah kabupaten/kota. 

Fungsi pengadilan tingkat pertama adalah memeriksa  tentang sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan yang diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan dengan menyebutkan alasan-alasannya. Wewenang pengadilan tingkat pertama adalah memeriksa dan memutuskan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang, khususnya tentang:
1) Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian tuntutan.
2) Ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan atau tuntutan. 

b. Pengadilan Tingkat Kedua
Pengadilan tingkat kedua disebut juga pengadilan tinggi yang dibentuk dengan undang-undang.  Daerah hukum pengadilan tinggi pada dasarnya meliputi satu provinsi.

Pengadilan tingkat kedua berfungsi :
1) Menjadi pimpinan bagi pengadilan-pengadilan negeri di dalam daerah hukumnya.
2) Melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan di dalam daerah  hukumnya dan menjaga supaya peradilan itu diselesaikan dengan seksama dan wajar.
3) Mengawasi dan meneliti perbuatan para hakimpengadilan negeri di daerah hukumnya
4) Untuk kepentingan negara dan keadilan, pengadilan tinggi dapat memberi peringatan, teguran dan petunjuk yang dipandang perlu kepada pengadilan negeri dalam daerah hukumnya.

Sedangkan wewenang pengadilan tingkat kedua adalah:
1) mengadili perkara yang diputus oleh pengadilan negeri dalam daeran hukumnya yang dimintakan banding.
2) Berwenang untuk memerintahkan pengiriman berkas-berkas perkara dan surat-surat untuk diteliti dan memberi penilaian tentang kecakapan dan kerajinan hakim.

c. Kasasi oleh Mahkamah Agung
Mahkamah Agung berkedudukan sebagai puncak semua peradilan dan sebagai pengadilan tertinggi untuk semua lingkungan peradilan dan memberi pimpinan kepada pengadilan-pengadilan yang bersangkutan.

Dalam hal kasasi, yang menjadi wewenang Mahkamah agung adalah membatalkan atau menyatakan tidak sah putusan hakim pengadilan tinggi karena putusan itu salah atau tidak sesuai dengan undang-undang. Hal tersebut dapat terjadi karena:
1) Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya perbuatan yang bersangkutan.
2) Melampaui batas wewenang
3) Salah menerapkan atau karena melanggar ketentuan hukum yang berlaku.

6. Peran Lembaga Peradilan
Bagian ini akan memberikan gambaran kepada kalian mengenai peranan lembaga peradilan dalam menjalankan kekuasaannya. Dengan mengetahui hal tersebut, kita sebagai subjek hukum dapat mengawasi dan mengontrol kinerja dari lembaga-lembaga peradilan. Berikut ini peran dari masing-masing lembaga peradilan.

a. Lingkungan Peradilan Umum
Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh pengadilan negeri, pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung. Pengadilan negeri berperan dalam proses pemeriksaan, memutuskan dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama. Pengadilan tinggi berperan dalam menyelesaikan perkara pidana dan perdata pada tingkat kedua atau banding. Disamping itu pengadilan tinggi juga berwenang mengadili ditingkat pertama dan terakhir apabila ada sengketa kewenangan mengadili antara pengadilan negeri dalam daerah hukumnya. 

Mahkamah Agung mempunyai kekuasaan tertinggi dalam lapangan peradilan di Indonesia. Mahkamah Agung berperan dalam proses pembinaan lembaga peradilan yang berada di bawahnya. Mahkamah Agung mempunyai kekuasaan dan kewenangan dalam  pembinaan, organisasi, administrasi dan keuangan pengadilan. Selain dalam pasal 20 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 48 tahun 2009, disebutkan bahwa Mahkamah agung mempunyai wewenang :
a. Mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung; 
b. Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang; dan 
c. Kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang, seperti memberikan pertimbangan hukum kepada Presiden dalam permohonan grasi dan rehabilitasi

b. Lingkungan Peradilan Agama
Kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Agama dilakukan oleh Pengadilan Agama. Berdasarkan Pasal 49 Undang-Undang RI Nomor 3 tahun 2006, Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus,  dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syari'ah..

c. Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara
Peradilan Tata Usaha Negara berperan dalam proses penyelesaian sengketa tata usaha negara. Sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dari dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

d. Lingkungan Peradilan Militer
Peradilan militer berperan dalam menyelenggarakan proses peradilan dalam lapangan hukum pidana, khususnya bagi:
1) Anggota TNI
2) Seseorang yang menurut undang-undang dapat dipersamakan dengan anggota TNI
3) Anggota jawatan atau golongan yang dapat dipersamakan dengan TNI menurut undang-undang
4) Seseorang yang tidak termasuk ke dalam hurupt 1, 2 dan 3, tetapi menurut keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan yang ditetapkan berdasarkan persetujuan Menteri Hukum dan Perundang-undangan  harus di adili oleh pengadilan militer.

e. Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan keadilan.  Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia mempunyai 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu) kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
1) Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2) Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
3) Memutus pembubaran partai politik; dan
4) Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum

Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga: 
1) Telah melakukan pelanggaran hukum berupa: 
(a) pengkhianatan terhadap negara
(b) korupsi
(c) penyuapan
(d) tindak pidana berat lainnya
2) Perbuatan tercela, dan/atau; 
3) Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam undang-undang Dasar Negara Repbulik Indonesia Tahun 1945.

C. Menampilkan Sikap Yang Sesuai Dengan Hukum
Setiap anggota masyarakat mempunyai berbagai kepentingan, baik kepentingan yang sama maupun berbeda.  Tidak jarang di masyarakat perbedaan kepentingan sering menimbulkan pertentangan yang menyebabkab timbulnya suasana yang tidak tertib dan tidak teratur. Dengan demikian untuk mencegah timbulnya ketidaktertiban dan ketidakteraturan dalam masyarakat diperlukan sikap positif untuk menaati setiap norma atau hukum yang berlaku di masyarakat.

Pada bagian ini kalian akan diajak untuk mempelajari sikap yang sesuai dengan hukum. Setelah mempelajari bagian ini, diharapkan kalian mampu menunjukkan contoh sikap taat terhadap hukum; menganalisis macam-macam perbuatan yang bertentangan dengan hukum; dan menganalisis macam-macam sanksi yang sesuai dengan hukum yang berlaku.

1. Perilaku yang Sesuai dengan Hukum
Setelah kalian mengetahui makna hukum dan peranan dari lembaga peradilan, sudah saatnya kalian mengaktualisasikan pengetahuan kalian tentang hal tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Sambil kalian mengaktualisasikan pengetahuan kalian tersebut, melalui buku ini kalian  akan dibimbing dan diajak untuk mengidentifikasi perbuatan-perbutan yang sesuai dengan hukum yang berlaku.

Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kita tidak akan bisa mengabaikan semua aturan atau hukum  yang berlaku. Sebagai makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan lingkungan   sekitarnya, kita senantiasa akan membentuk suatu komunitas bersama guna menciptakan lingkungan yang aman, tertib dan damai. Untuk menuju hal tersebut, diperlukan suatu kebersamaan dalam hidup dengan menaati peraturan atau hukum yang tertulis maupun tidak tertulis.

Ketaatan atau kepatuhan terhadap hukum yang berlaku merupakan konsep nyata dalam diri seseorang yang diwujudkan  dalam  perilaku  yang   sesuai   dengan  sistem hukum yang berlaku.  Tingkat kepatuhan hukum yang diperlihatkan oleh seorang warga negara, secara langsung menunjukkan  tingkat kesadaran hukum yang dimilikinya. Kepatuhan hukum mengandung arti bahwa seseorang memiliki kesadaran untuk:
a. memahami dan menggunakan peraturan perundangan yang berlaku;
b. mempertahankan tertib hukum yang ada
c. menegakkan kepastian hukum.

Adapun ciri-ciri seseorang yang berperilaku sesuai dengan hukum yang berlaku dapat dilihat dari perilaku yang diperbuatnya:
a. disenangi oleh masyarakt pada umumnya.
b. tidak menimbulkan kerugian bagi diri sendiri dan orang lain.
c. tidak menyinggung perasaan orang lain
d. menciptakan keselarasan
e. mencerminkan sikap sadar hukum
f. mencerminkan kepatuhan terhadap hukum

2. Perilaku yang Bertentangan Dengan Hukum Beserta Sanksinya
a. Macam-macam Perilaku yang Bertentangan dengan Hukum
Selain mengetahui perilaku yang sesuai dengan hukum yang berlaku, kalian juga mesti mengetahui perilaku yang bertentangan dengan hukum yang berlaku, supaya kalian bisa terhidar untuk melakukan perilaku tersebut. Oleh karena itu, pada bagian ini kalian akan diajak untuk mengidentifikasi perilaku yang bertentangan dengan hukum.

Perilaku yang bertentangan dengan hukum timbul sebagai akibat dari rendahnya kesadaran hukum. Ketidakpatuhan terhadap hukum dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu: 
1) Pelanggaran hukum oleh si pelanggar sudah dianggap sebagai kebiasaan bahkan kebutuhan; 
2) Hukum yang berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan kehidupan.

b. Macam-Macam Sanksi 
Pernahkah kalian melihat tayangan iklan layanan masyarakat di televisi yang menggambarkan seorang wasit sepak bola ragu untuk memberikan kartu peringatan kepada pemain yang melakukan pelanggaran. Apakah kartu merah yang akan diberikan atau kartu kuning. Keragu-raguan wasit itu merupakan satu bukti penegakan sanksi tidak tegas. 

Peristiwa serupa sering kali kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, mengapa sopir angkutan kota tidak sungkan-sungkan berhenti menunggu penumpang pada tempat yang jelas-jelas dilarang berhenti? Penyebabnya karena petugas tidak tegas menindaknya. Karena peristiwa seperti itu dibiarkan, tidak ditindak oleh petugas, maka lama-kelamaan dianggap hal yang biasa. Dengan kata lain, jika suatu perbuatan dilakukan berulang-ulang, tidak ada sanksi, walaupun melanggar aturan, maka akhirnya perbuatan itu dianggap sebagai norma. Seperti kebiasaan sopir angkutan kota tadi, karena perbuatannya itu tidak ada yang menindak, maka akhirnya menjadi hal yang biasa saja. 

Hal yang sama bisa juga menimpa kalian. Misalnya jika para siswa yang melanggar tata tertib sekolah dibiarkan begitu saja, tanpa ada sanksi tegas, maka esok lusa pelanggaran akan menjadi hal yang biasa. Perilaku yang bertentangan dengan hukum menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan pribadi maupun kehidupan bermasyarakat. Ketidaknyamanan dan ketidakteraturan tentu saja akan selalu meliputi kehidupan kita jika hukum sering dilanggar atau ditaati. Untuk mencegah terjadinya tindakan pelanggaran terhadap norma atau hukum, maka dibuatlah sanksi dalam setiap norma atau hukum tersebut.

Sanksi terhadap pelanggaran itu amat banyak ragamnya, misalnya sanksi hukum, sanksi sosial, dan sanksi  psikologis. Sifat dan jenis sanksi dari setiap norma atau hukum berbeda satu sama lain. Akan tetapi dari segi tujuannya sama, yaitu untuk mewujudkan ketertiban dalam masyarakat. Berikut ini sanksi dari norma-norma yang berlaku di masyarakat.
No
Norma
Pengertian
Contoh-Contoh
Sanksi
1.         
Agama
Petunjuk hidup yang bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui utusan-utusan-Nya (Rasul/Nabi) yang berisi perintah, larangan atau anjuran-anjuran

a.      beribadah
b.      tidak berjudi
c.       suka beramal
Tidak langsung, karena akan diperoleh setelah meninggal dunia (pahala atau dosa)
2.         
Kesusilaan
Pedoman pergaulan hidup yang bersumber dari hati nurani manusia tentang baik-buruknya suatu perbuatan

a.      berlaku jujur
b.      menghargai orang lain
Tidak tegas, karena hanya diri sendiri yanga merasakan (merasa bersalah, menyesal, malu dan sebagainya)
3.         
Kesopanan
Pedoman hidup yang timbul dari hasil pergaulan manusia di dalam masyarakat

a.         menghormati orang yang lebih tua
b.         tidak berkata kasar
c.         menerima dengan tangan kanan

Tidak tegas, tapi dapat diberikan oleh masyarakat dalam bentuk celaan, cemoohan atau pengucilan dalam pergaulan
4.         
Hukum
Pedoman hidup yang dibuat oleh badan yang berwenang mengatur manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (berisi perintah dan larangan)

a.      harus tertib
b.      harus sesuai prosedur
c.       dilarang mencuri
Tegas dan nyata serta mengikat dan memaksa bagi setiap orang tanpa kecuali.
(Sumber: Diolah dari berbagai sumber)

Dalam tabel di atas disebutkan bahwa sanksi norma hukum adalah tegas dan nyata. Hal tersebut mengandung pengertian sebagai berikut:
1) Tegas berarti adanya aturan yang telah dibuat secara material telah di atur. Misalnya, dalam hukum pidana menganai sanksi diatur dalam pasal 10 KUHP. Dalam pasal tersebut ditegaskan bahwa sanksi pidana berbentuk hukuman yang mencakup:
(1) Hukuman Pokok, yang terdiri:
a) hukuman mati
b) hukuman penjara yang terdiri dari hukuman seumur hidup dan hukuman sementara waktu (setinggi-tingginya 20 tahun dan sekurang-kurangnya 1 tahun)
(2) Hukuman Tambahan, yang terdiri: 
a) pencabutan hak-hak tertentu
b) perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu
c) pengumuman keputusan hakim

2) Nyata berarti adanya aturan yang secara material telah ditetapkan kadar hukuman berdasarkan perbuatan yang dilanggarnya. Contoh: Pasal 338 KUHP, menyebutkan “barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”

Jika sanksi hukum diberikan oleh negara, melalui lembaga-lembaga peradilan, sedangkan sanksi sosial diberikan oleh masyarakat. Misalnya dengan menghembuskan desas-desus, cemoohan, dikucilkan dari pergaulan, bahkan yang paling berat diusir dari lingkungan masyarakat setempat. 

Contoh:
Kisah yang menimpa Sumanto (manusia kanibal). Setelah keluar dari penjara, ia tidak diperkenankan tinggal di desanya lagi. Orang-orang di desanya merasa “ngeri” kalau-kalau Sumanto kambuh lagi. Beruntung ada Panti Rehabilitasi yang mau menampung Sumanto. Ia akhirnya dibina dalam hal agama, keterampilan, dan pergaulan dengan masyarakat.

Jika sanksi hukum maupun sanksi sosial tidak juga mampu mencegah orang dari perbuatan melanggar aturan, ada satu jenis sanksi lain, yakni sanksi psikologis. Sanksi psikologis dirasakan dalam batin kita sendiri. Jika seseorang melakukan pelanggaran terhadap peraturan, tentu saja di dalam batinnya ia merasa bersalah. Selama hidupnya ia akan dibayang-bayangi oleh kesalahannya itu. Hal ini akan sangat membebani jiwa dan pikiran kita. Sanksi inilah yang merupakan gerbang terakhir yang dapat mencegah seseorang melakukan pelanggaran terhadap aturan. 

Thanks for reading & sharing E-LEARNING

Previous
« Prev Post

0 komentar:

Post a Comment

Popular Posts